Vietnam Pertimbangkan Langkah Hukum
Selasa, 19 November 2019 | Dibaca 423 kali
Terkait Sengketa di LTS
LAUT Tiongkok Selatan (LTS) merupakan wilayah strategis yang berbatasan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Tiongkok. Di beberapa bagian terjadi tumpang tindih yurisdiksi antara claimant states (Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Tiongkok) yang menjadikan potensi konflik di wilayah ini cukup tinggi.
LTS, perairan yang mencakup banyak negara di Asia Tenggara. Dengan kekayaan yang terkandung di sekitar dan juga jauh di dalam kawasan tersebut, LTS menyimpan perikanan yang menggiurkan; cadangan minyak dan gas yang diperkirakan pejabat AS setidaknya setara dengan cadangan minyak di Meksiko, dan mungkin merupakan cadangan minyak kedua terbesar setelah Arab Saudi, laut ini jadi salah satu jalur yang paling penting secara strategis dan paling diperebutkan di abad ke-21.
Bagian utara laut ini mencapai pesisir Tiongkok, yang mengklaim haknya atas perairan ini secara historis sejak beberapa abad yang lalu. Kini, Beijing mengklaim lebih 95 persen LTS dan mengandalkan kawasan tersebut sebagai pemasok 85 persen impor minyak mentah Tiongkok. Negeri Tembok Besar itu juga mengklaim pulau-pulau kecil di LTS dan telah membangun sekitar 1.300 hektar lahan untuk menopang sebagian besar infrastruktur militer, termasuk landasan pacu yang cukup panjang untuk bisa menampung pesawat pengebom.
Selama berabad-abad LTS memegang peranan penting bagi keberlangsungan ekonomi negara-negara tetangga, seperti Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina.
Berkaitan dengan itu, Vietnam bisa menggunakan tindakan hukum di antara berbagai opsi dalam sengketa teritorialnya dengan negara tetangga, Tiongkok di LTS.
Hal itu diungkapkan seorang pejabat senior pemerintah Vietnam pada Rabu (6/11).
Gesekan antara kedua negara komunis itu telah meningkat sejak Juli saat Beijing mengirim kapal untuk survei seismik selama berbulan-bulan ke daerah yang secara internasional ditetapkan sebagai zona ekonomi eksklusif (ZEE) Vietnam, tetapi juga diklaim Tiongkok.
Berbicara pada sebuah konferensi di Hanoi, Wakil Menteri Luar Negeri Vietnam, Le Hoai Trung mengatakan Vietnam lebih memilih negosiasi tetapi memiliki opsi lain untuk merespons isu jalur air yang disengketakan itu.
"Kami tahu bahwa langkah-langkah ini termasuk pencarian fakta, mediasi, konsiliasi, negosiasi, arbitrasi, dan tindakan litigasi," tandas Trung sebagaimana dilansir Reuters.
Piagam PBB dan UNCLOS 1982 memiliki mekanisme yang cukup bagi kita untuk menerapkan langkah-langkah itu, tambahnya, merujuk pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), sebuah perjanjian internasional yang mendefinisikan hak-hak teritorial maritim.
Beijing mengklaim hampir semua wilayah di perairan kaya sumber daya di LTS, tempat Tiongkok mendirikan pos-pos militer di pulau-pulau buatan, tetapi Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga mengklaim atas wilayah-wilayah tersebut.
Pada 2016, Filipina memenangkan putusan dari Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag yang membatalkan klaim Tiongkok atas sebagian besar perairan menyusul kasus 2013 yang diajukan Manila.
Tetapi pemerintah Vietnam, yang bertujuan untuk melakukan pendekatan terukur terhadap mitra dagang terbesarnya Tiongkok, dalam beberapa waktu belakangan tidak pernah berbicara tentang potensi tindak lanjut langkah hukum yang mungkin diambil.
Pada 2014, mantan Perdana Menteri Nguyen Tan Dung mengatakan Vietnam sedang mempertimbangkan tindakan hukum menyusul penyebaran rig minyak Tiongkok ke perairan yang diklaim Hanoi.
Perselisihan itu memicu kerusuhan anti-Tiongkok dan kebuntuan maritim.
Dalam pertengkaran terbaru, Vietnam telah membuat pernyataan berulang tentang klaimnya dan menuntut agar Tiongkok menarik kapal survei dan pengawalnya dari daerah sengketa itu.
"Ini akan berkonsekuensi politik besar bagi hubungan Vietnam-Tiongkok, tapi mungkin itu satu-satunya yang tersisa untuk Vietnam," tandas Bill Hayton, seorang ahli LTS di think tank Chatham House.
Tiongkok menolak mengakui putusan pengadilan internasional yang mengklarifikasi hak-hak Filipina atas cadangan energi dalam ZEE-nya.
Beberapa ahli hukum yang terlibat dalam kasus tersebut hadir di konferensi, termasuk mantan Hakim Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut (ITLOS) Rudiger Wolfrum.
Presiden ITLOS saat ini, Paik Jin-hyun juga hadir, meskipun para ahli hukum tidak menyebutkan rencana untuk tindakan hukum yang mungkin diambil Vietnam. (ap/tst/es)
Terkini

Jumat, 13 Desember 2019