4 April 2018
Rabu, 11 April 2018 | Dibaca 40 kali
TAKDIR jika dimaknai sebagai ketetapan suatu peristiwa, maka konsekuensi dari penetapan itu, mesti dihadapi secara bijaksana dan proporsional. Jika takdir merupakan ketetapan yang pasti akan terjadi, maka segala peristiwa merupakan ketentuan yang sesuai dengan kehendakNya.
Karena itu, tidak ada yang bisa menghalangi takdir. Karena apa akan terjadi maupun apa yang sudah terjadi, pada akhirnya kembali pada kehendak Tuhan. Manusia hanya berusaha dan berdoa, menghadapi takdir sebagai proses perjalanan kehidupan.
Melihat takdir bekerja atau melarikan diri, dalam puisi M. Husein Heikal. Menunjukkan suatu realita peristiwa kehidupan, yang memiliki hubungan dan keterkaitan dengan sifat manusia dan alam lingkungan.
Sebuah rongga kosong tersusup cahaya,… masih terjaga juga ia menatapi makhluk dan semesta, tulis M. Husein Heikal. Lalu tetaplah disitu, aku tengah kesana,…berlari – berlari – melajukan diri. Apa yang terjadinya, sudah merupakan ketentuan dan ketetapan takdir atas kehendakNya.
Titan Sadewo pada puisi Doaku, Merindu, dan Setiap Pagi. Keadaan yang dihadapi setiap hari, mengesankan suatu rutinitas kenikmatan. Hidup memiliki kehendak dan kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan. Dan kadang disadari, selalu terjadi berulang-ulang.
Seperti ungkapan, aku menyebut namamu di dalam doaku, kau bangun ketika matahari setengah tiang, dan aku merindu, setiap detik merindu. Keadaan yang disebut Titan Sadewo sebagai surga.
Takdir kehidupan yang coba diungkap Nurhasibah Nasution, tentang sunyi, kenangan, dan setia. Menuju tingkat kesadaran, mencapai kekuatan spiritual untuk kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan hidup yang indah.
Tentang anugerah dan makna pengorbanan, mencapai tatanan kehidupan yang diharapkan sesuai dengan keinginan. Dalam puisi Novita Sari Purba, Tentang PerayaanMu, Semiotik, dan Benarkah Aku Begitu Berharga.
Jika melangkah tanpa tujuan, maka takdir akan menunjukkan kesia-siaan. Sebagaimana sebut Novita Sari Purba dalam puisi Semiotik. Kami teriakkan kasih yang pada nyatanya tiada. Senandungkan cinta tanpa bukti nyata. Kala langkah tak bertujuan, lenyaplah segala harapan.
Di atas segala kebenaran, memahami sekat-sekat peradaban kehidupan, dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Dalam puisi Taufiq Ismar, menyadari setiap peristiwa, akan memiliki konsekuensinya sendiri.
Segala sesuatu yang berlebihan, pada dasarnya cenderung merugikan. Sebagaimana sebut Rama Tantowi dalam puisi Illith Air, yang menggenangi jalanan hingga meluap menjadi banjir. Lalu dari semua kejadian itu, mungkinkah Tuhan telah murka? Tentu saja tidak, karena itulah yang disebut dengan takdir.
Takdir pertemuan dan takdir kasih sayang, dalam puisi Aswita Magdalena Simarmata. Tentang kesetiaan yang pernah dijanjikan, namun tetap saja rasa kesal dan keraguan, mengendap ke dalam hati yang diliputi rindu.
Amarah dan kebencian menyatu dalam keraguan, janji bagi pemimpi yang hatinya larut dalam kelam dunia. Sebut Aswita Magdalena Simarmata dalam puisi Untuk kekasihku 1/2/3/4. Bara api bersekutu dengan amarah, ketika hati mulai meragukan kesetiaan. (Afrion)
Terkini

Minggu, 22 April 2018