Lhokseumawe Tidak Seperti Dahulu Lagi
Minggu, 21 Oktober 2018 | Dibaca 754 kali

Analisa/istimewa
STRATEGIS: Letak Pelabuhan Lhokseumawe yang langsung menghadap ke Selat Malaka sengat strategis untuk menjadi pelabuhan ekspor impor.

Analisa/fahrin malau
BERBENAH: Pelabuhan Lhokseumawe terus berbenah dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.


Oleh: Fahrin Malau
KONDISI perekonomian masyarakat di Kota Lhokseumawe berubah 180 derajat sejak PT Arun Natural Gas Liquefaction Co (PT Arun NGL) berhenti beroperasi pada 2014 lalu. Padahal sejak PT Arun NGL beroperasi 16 Maret 1974, perekonomian kota seluas 181 km persegi itu tumbuh pesat. Tidak hanya gas, kota yang ditetapkan pemerintah pusat pada 21 Juni 2001 juga mengandung minyak yang berlimpah.
Ketersediaan gas yang berlimpah dihasilkan PT ANGL memicu berdirinya sejumlah industri yang bergantung pada gas, seperti perusahaan penghasil pupuk urea dan amoniak, PT Pupuk Iskandar Muda.
Selanjutnya, perusahaan penghasil kertas kantong semen, PT Kertas Kraf Aceh di Aceh Utara, pabrik penghasil pupuk urea PT Asean Aceh Fertilizer di Lhokseumawe, dan sejumlah perusahaan tambang minyak.
Kehadiran sejumlah perusahaan tersebut menjadikan Lhokseumawe sebagai Kota Petrodolar, karena daya beli warganya yang tinggi. Apa pun yang di jual pasti laku. Perekonomian tumbuh dan banyak orang luar bekerja di Lhokseumawe. Tapi itu dulu.
Ketika produksi PT Arun NGL turun drastis era 2000-an dan berhenti produksi pada Oktober 2014, perusahaan yang bergantung pada gas tutup, berdampak negatif terhadap perekonomian masyarakat Lhokseumawe. Kondisi itu semakin turun, setelah Aceh dilanda tsunami 2004. Keadaan Lhokseumawe kian sulit kala mayoritas pendatang meninggalkan kota itu saat konflik di Aceh semakin meluas.
Kemerosotan perekonomian masyarakat diakui Bupati Aceh Utara, Muhammad Thaib pada acara Port Community mengusung tema, “Sinergi untuk Kemajuan dan Pertumbuhan Regional” yang digagas PT Pelindo 1 Cabang Lhokseumawe di Lido Graha Hotel Lhokseumawe, Kamis, (11/10).
Kini, kata Thaib, masyarakat miskin di Aceh Utara yang bersebelahan dengan Kota Lhokseumawe cukup tinggi. Kalau kemiskinan di Aceh Utara dibiarkan sangat berbahaya.
Upaya yang dilakukan pemkab setempat dalam mengatasi masalah kemiskinan, dengan mengumpulkan pelaku UKM. Di tempat sama, kemerosotan perekonomian masyarakat juga diungkapkan Wakil Walikota Lhokseumawe, Yusuf Muhammad. Karena itu perlu ada upaya untuk meningkatkan kembali perekonomian masyarakat.
Yusuf berharap, dengan ditetapkan Lhokseumawe sebagai kawasan ekonomi khusus dapat meningkatkan kembali perekonomian masyarakat. "Yang terpenting, kita sangat mendukung sinergi ini untuk mempercepat pertumbuhan perekonomian yang harus kita pikirkan bersama."
Menurutnya, kini pihaknya memang fokus pada peningkatan kegiatan ekspor-impor pelaku usaha di daerahnya agar bisa memajukan perekonomian. “Kita akan berusaha membuat terobosan baru agar pengusaha luar tertarik berkegiatan di sini, tentunya peran pemerintah daerah sangat utama. Seperti mungkin dengan adanya pembebasan pajak ekspor. Kalau ini bisa terlaksana maka ke depannya luar biasa peradaban perekonomian kita.”
Bersinergi
Masyarakat Lhokseumawe berharap pertumbuhan ekonomi di kota yang berjarak 276 km ke arah selatan dari Banda Aceh dan 333 km ke arah utara dari Medan, kembali meningkat seperti saat PT Arun NGL beroperasi. “Sangat memungkinkan pertumbuhan ekonomi masyarakat Lhokseumawe dan Aceh Utara meningkat,” ungkap General Manager Pelindo 1 Cabang Lhokseumawe, Budi Azmi.
Letak Lhokseumawe menghadap Selat Malaka, sangat memungkinkan pertumbuhan ekonomi dapat meningkat. Meski sekarang perekonomian di daerah ini tengah lesu, yang mungkin saja akibat minimnya informasi dalam menjalankan perekonomian bekerjasama dengan dunia kepelabuhanan.
“Padahal kita tahu bahwa potensi yang dimiliki daerah ini sangat banyak, apalagi dulu daerah ini pernah jaya, maka kami di sini berusaha mengembalikan masa kejayaan itu," ungkapnya.
Azmi berharap, ke depannya ada rekomendasi dan kesimpulan untuk bisa diaplikasikan menjadi sinergi kerja nyata seperti harapan semua pihak. Untuk mempercepat pembangunan perekonomian di wilayah Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara, serta untuk menunjang percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional, pemerintah mengembangkan kedua daerah itu sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK) sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 tahun 2017 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe.
KEK Arun memiliki luas lahan 2.656 hektar telah membentuk konsorsium yang terdiri dari Pelindo 1, PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Iskandar Muda, dan Perusahaan Daerah Pemerintah Aceh. "KEK Arun berada di wilayah yang strategis karena berada di lintasan jalur padat transportasi laut yang potensial di Selat Malaka. Potensi ekonomi dari pelayaran Selat Malaka sangat besar, 30 persen dari komoditas perdagangan dunia dan 15 persen dari produksi minyak mentah dan produk turunannya dikirim melalui Selat Malaka.”
Dengan hadirnya KEK, target bagi Pelindo 1 adalah menjadikan wilayah Lhokseumawe dan Aceh Utara sebagai kota perdagangan. Pelindo 1 siap melayani para investor dalam menjalankan proses bisnisnya, pun dari sisi fasilitasnya.
“Kami optimis dengan KEK Arun Lhokseumawe, Pelindo 1 bersinergi dengan seluruh stakeholder siap berkontribusi mempercepat pertumbuhan perekonomian wilayah," papar Azmi.
Terkini

Sabtu, 14 Desember 2019