Daur Ulang untuk Kebersihan Lingkungan
Minggu, 1 Juli 2018 | Dibaca 333 kali
Oleh: Gigih Suroso
Upaya mengurangi sampah plastik di Indonesia memang pernah disosialisasikan dan berlanjut pada peraturan, kantong plastik tidak diberikan gratis kepada pembeli, tapi berbayar, seperti di super market dan pusat perbelanjaan lain. Sedang di pasar tradisional tidak berlaku.
Masyarakat pun tidak begitu merespon upaya penyelamatan lingkungan dari pencemaran sampah plastik ini. Bukannya menghemat kantong plastik, kita malah sepele dan enggan membawanya dari rumah, lalu tetap memilih membayar kantong plastik yang baru. Begitulah seterusnya sampai nanti sampah plastik akan lebih mendominasi dari pada tanah yang subur, air sungai yang jernih dan udara yang bersih.
Seakan bumi ini adalah sebuah apartemen mewah atau mungkin hotel, kita seolah berperan sebagai pelanggannya, sehingga tidak perlu repot memikirkan bagaimana cara membersihkannya, sebab akan ada cleaning service yang siap merapikan semua yang berserakan, dan membersihkan semua yang kotor. Sadarkah kita, bahwa bumi ini adalah Maha Karya Tuhan untuk manusia, Tuhan menitipkannya untuk dijaga, bukan untuk ditinggali belaka dan lupa melestarikannya.
Itulah mungkin sebabnya, manusia masih sering merasa angkuh, membuka kaca jendela mobil mewahnya, lalu membuang sampah di jalan raya tanpa merasa bersalah. Anak-anak sekolah sampai dengan pelajar bergelar mahasiswa sekalipun, sudah sulit membuang sampah pada tempatnya. Tidak sadar dengan bahayanya sampah plastik, hingga saat berwisata ke pantai, sampai-sampah bekas air mineral dibiarkan hanyut ke sungai.
Permasalahan yang juga belum usai, volume sampah pelastik di Indonesia belum juga mendapatkan tombol pengecilnya. Di tengah euforia Pilkada Serantak sampai dengan pemilihan presiden baru, semoga ditemukan pemimpin yang sadar, betapa sudah sesaknya Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sungai dan udara dengan limbah plastik. Bukan hanya manusia, makhluk hidup di laut pun harus merasakan dampak dari bahayanya limbah plastik yang terus dibiarkan.
Indonesia yang pernah menyandang peringkat kedua sebagai penyumbang sampah plastik di laut tentu punya PR yang lebih berat, bukan hanya tugas pemerintah, sebab bumi ini ditinggali bersama, maka bersama-sama pula kita perlu mencari solusinya. Mari kita mulai hal yang sederhana, dengan cara menghemat kantong plastik.
Ini bukan soal harga kantong plastik yang sangat murah, tapi kita sudah tahu bersama bahwa sampah plastik sangat susah di urai bahkan saat sudah ada di dalam tanah, begitu pun saat ada di laut, sampah plastik akan terombang-ambing di laut dan mirisnya bisa merusak ekosistem makhluk hidup di dalamnya. Terlebih untuk ibu rumah tangga, siapkanlah kantong belanja yang permanen, sehingga setiap hari, saat belanja, tidak perlu mengkonsumsi sampah plastik.
Limbah plastik tidak hanya soal kantong plastik, bisa saja botol bekas air mineral, makanan, minuman dan lain-lain. Memang perlu penanganan khusus untuk mengatasi limbah plastik, tapi tidak harus menunggu, kita bisa mulai menguranginya dengan melakukan daur ulang
Daur ulang memang bukan seperti mesin pemakan limbah plastik, tapi setidaknya cara ini bisa menjadi solusi untuk menyelamatkan lingkungan dari pencemaran sampah plastik. Dalam hal ini, pemulung agaknya pantas disebut sebagai pahlawan lingkungan, sebab mereka setiap hari mengumpulkan limbah plastik di setiap sudut kota, jalan raya, dan pinggir sungai. Mereka seperti prajurit yang sedang menyelamatkan bumi, terlepas dari tujuan utama mereka untuk mendapatkan uang
Menyoal daur ulang limbah plastik bukanlah hal baru, pasalnya di beberapa daerah, termasuk Medan sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia ini telah mengadakan bank sampah yang kemudian akan menjadi tempat sampah-sampah pilihan untuk bisa di daur ulang. Biasanya sampah-sampah dari barang bekas yang terbuat dari plastik ini dimanfaatkan oleh pendaur ulang untuk membuat kerajinan dan barang-barang lain yang bisa dipakai kembali.
Di Medan, sebagaimana yang disampaikan Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi, sampah di Kota Medan sepanjang tahun 2017 mencapai 504.977,2 ton. Sebagian sampah ini tidak dikelola dengan baik karena kesadaran masyarakat yang masih rendah. Padahal pengelolaan sampah bisa dilakukan melalui prinsip 3R, yaitu yakni resude (mengurangi), recycle (daur ulang) serta reuse (menggunakan kembali). Ibu-ibu di Gunung Kidul, Yogyakarta mampu mengelola sampah menjadi barang dengan nilai ekonomi tinggi.
Penggagas pengelolaan sampah ini diinisiasi oleh seorang ibu rumah tangga bernama Sulamini. Berbekal pengetahuan dari pelatihan Dinas Lingkungan Hidup Tahun 2012, dia bersama ibu-ibu yang lain mengolah sampah, seperti botol plastik, plastik bungkus makanan, hingga zak semen.
Barang bekas itu dibuat menjadi kerajinan seperti vas bunga, tempat sampah, dompet dan lain-lain. Memasarkannya tidak begitu sulit karena sudah ada pelanggan. Dalam seminggu, omzet yang dihasilkan maksimal Rp 1 juta, tetapi saat sepi hanya ratusan ribu.
Berangkat dari kesadaran banyaknya sampah di lingkungan sekitar yang perlu dikelola, dirinya berhasil memanfaatkan daur ulang sebagai media untuk kebersihan lingkungan. Mari, selamatkan lingkungan, dan mulai dari diri sendiri, keluarga, tetangga dan berlanjut kepada masyarakat luas.
Ala bisa karena biasa. Karena itu kita biasakan membuang sampah pada tempatnya, tidak boros menggunakan kantong plastik. Lalu belajar mendaur ulang barang-barang yang kemungkinan bisa dimanfaatkan kembali.
Praktek daur ulang bisa dipelajari oleh siapa saja, melalui koneksi internet kita pun bisa mendapatkan tutorial daur ulang dari berbagai sumber, hanya saja soal kesadaran. Kesadaran terhadap kebersihan lingkungan bisa dimiliki siapa saja. Orang yang punya jabatan dan pendidikan tinggi belum tentu peduli terhadap kebersihan lingkungan.
Terkini

Minggu, 8 Desember 2019