Mewaspadai Peralihan Musim
Minggu, 23 September 2018 | Dibaca 243 kali

Analisa/qodrat al-qodri
CUACA EKSTREM: Warga melintasi genangan air akibat banjir di Jalan dr. Sumarsono, Perumahan Dosen USU, Medan belum lama ini. Intensitas curah hujan yang tinggi mengakibatkan meluapnya Sungai Deli dan Babura hingga sejumlah kawasan jalan dan pemukiman kota Medan tergenang banjir.
Oleh: Ramen Antonov Purba
Kondisi cuaca saat ini sulit diprediksi. Panas terik dan cerah, tiba-tiba berubah gelap dan turun hujan. Banyak faktor menjadi penyebab. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK), pemakaian plastik berlebihan, asap kendaraan bermotor, dan asap pabrik sebagian kecil sebagai penyebab.
Informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, saat ini adalah masa transisi atau peralihan musim kemarau ke musim hujan. Biasanya terjadi cuaca ekstrem, angin kencang, hujan deras dan puting beliung bisa tiba-tiba terjadi. Karena itu, masyarakat harus waspada.
Media cetak maupun elektronik meginformasikan beberapa waktu lalu masyarakat tidak siap dengan cuaca ekstrem. Ketika terjadi, mereka mengalami kerugian karena tidak sempat mengamankan barang-barang. Ke depannya jangan sampai terjadi. Masyarakat harus siap dengan cuaca yang tidak terprediksi.
Salah satu karakter hujan di masa-masa transisi adalah hujan sangat lebat disertai petir dan angin kencang. Hujan di masa transisi berdurasi singkat, biasanya turun pada siang hari dan menjelang malam. Karakter tersebut yang harus diantisipasi. Hujan sangat lebat biasanya berpotensi mengakibatkan banjir.
Ketika hujan disertai petir dan angin kencang, kita tidak boleh berada di dekat pohon rindang, dan tidak menggunakan handphone. Masyarakat juga perlu memangkas dahan pohon yang rapuh dan berpotensi tumbang. Atap rumah yang kurang terekat dan belum sesuai standard juga harus dibenahi.
Petani disarankan tidak melakukan penanaman dalam masa peralihan cuaca, karena dikhawatirkan tanaman seperti padi akan gagal panen. Di provinsi Jawa Timur beberapa waktu lalu, ratusan hektar sawah gagal panen karena sawah digenangi air akibat hujan. Ada pula padi rusak karena terkena hantaman angin puting beliung. Angin kencang, hujan deras, dan puting beliung diperkirakan terjadi akhir September hingga Oktober 2018.
Menurut BMKG, puncak musim hujan akan terjadi pada 2019. Waktu tersebut harus diantisipasi oleh para petani, karena melakukan cocok tanam di waktu yang salah. Jika ingin bercocok tanam, baiknya beralih ke tipe tanaman keras seperti cokelat, manggis, dan asam. Memang hasilnya lama, namun lebih aman menghadapi perubahan cuaca.
Masyarakat secara umum diimbau untuk sadar lingkungan sebagai salah satu strategi menghadapi cuaca yang tidak menentu. Misalnya tidak membuang sampah sembarangan, apalagi ke sungai dan parit. Kemudian menanam pohon di sekitar tempat tinggal. Bagi pelaku industri, tidak membuang limbah ke sungai.
Industri yang bergerak di bidang produksi kertas berbahan baku kayu, disarankan menanam kembali pohon yang telah ditebang, sehingga keseimbangan alam tetap terjaga. Sedang pelaku usaha bidang perkebunan diimbau membuka lahan baru dengan cara-cara yang disarankan pemerintah. Tidak dibenarkan melakukan pembakaran.
Kebakaran hutan dan lahan gambut harus dapat dihindarkan. Kita harus memahami dan sadar bahwa membakar lahan tidak hanya merugikan masyarakat setempat, tapi juga mengganggu negara tetangga. Dengan demikian, lingkungan dan alam akan mendukung manusia dalam menghadapi cuaca ekstrem yang dapat datang kapan saja.
Sosialisasi
Informasi terkait peralihan cuaca tentu harus disampaikan kepada semua pihak guna menghindari dampak negatif yang akan terjadi. Kita berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dapat segera melakukan sosialisasi, mengingat waktu seperti yang diinformasikan BMKG sudah semakin dekat.
Informasi dan pemahaman mengenai adaptasi perubahan iklim harus digencarkan kepada kalangan pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha. Tujuannya untuk membangun penyadaran kepada seluruh pemangku kepentingan. Sehingga ketika terjadi cuaca ekstrem, semua dapat mengantisipasi dan kerugian dapat dihindarkan.
KLHK menurut informasi akan menggelar 8th Indonesia Climate Change Education Forum and Expo 2018 di Medan, Sumatera Utara, 17-19 Oktober mendatang. Edukasi mengenai perubahan iklim menjadi sasaran strategis yang dituju. Kegiatan ini diharap dihadiri berbagai pihak, demi sampainya informasi tentang perubahan iklim kepada semua pihak dan semua elemen.
Dengan demikian akan semakin banyak kalangan masyarakat yang menjadi duta perjuangan menghadapi perubahan iklim. Tak hanya itu, kesadaran masyarakat terkait antisipasi perubahan iklim dapat semakin terpupuk. Sosialisasi dapat saja dengan menggaungkan hal-hal sederhana untuk menjaga lingkungan tetap baik dan terjaga. Misalnya pengurangan pemakaian plastik, gerakan penggunaan transportasi umum, dan gerakan penggunaan transportasi tanpa emisi seperti sepeda. Sehingga lingkungan akan semakin baik dan udara segar kembali dengan mudah didapatkan.
Lingkungan Hidup
Masyarakat harus menjaga lingkungan, agar alam tidak menunjukkan keperkasaannya seperti bencana banjir, tanah longsor dan lain-lain, tertutama pada masa peralihan musim. Perubahan cuaca berlebihan dan berkepanjangan tentu punya dampak buruk bagi kehidupan.
Untuk itu, kita harus selalu bersahabat dengan alam serta menjaga kelestarian lingkungan demi kebahagiaan hidup umat manusia. Bila kualitas ekosistem terjaga, maka alam tidak akan bergerak terlalu jauh dengan memperlihatkan keperkasaannya.
(Penulis adalah pemerhati masalah lingkungan hidup, dan dosen Politeknik Unggul LP3M Medan)
Terkini

Kamis, 21 Februari 2019