Paradoks Bagasi Berbayar
Rabu, 20 Februari 2019 | Dibaca 318 kali
Oleh: Karnadi. Sejak ditetapkannya bagasi berbayar oleh maskapai Lion Air, Selasa, 22 Januari 2019 maka kelebihan barang penumpang di atas 7 kg tak lagi gratis. Dengan demikian, kelebihan barang bawaan penumpang di atas 7 kg dikenakan biaya. Hal ini diikuti juga oleh maskapai berbiaya murah (low cost carrier/LCC) Citilink Indonesia akan memberlakukan bagasi berbayar di seluruh penerbangan domestik. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Republik Indonesia Nomor PM 185 Tahun 2015 mengenai Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi. Berapakah besaran tarif bagasi berbayar yang akan dikenakan pada penumpang.
Untuk itu, kita dapat membandingkan 3 maskapai yang beroperasi di Indonesia yaitu AirAsia, Citilink, Lion Air. Pertimbangannya adalah ketiga maskapai tersebut adalah maskapai kelas menengah dengan harga yang tidak jauh berbeda. Dari situs resminya, inilah perbandingan soal urusan bagasinya: Lion Air, yang baru-baru ini menerapkan harga kepada penumpang untuk barang bawaan bagasi. Sebelumnya, maskapai ini memberikan 20 kilogram gratis untuk setiap penerbangan. Namun, ada kabar Lion Air menerapkan tarif untuk bobot 5 kilogram (kg) sebesar Rp 155 ribu, 10 kg Rp 310 ribu, 15 kg Rp 465 ribu, 20 kg Rp 620 ribu, 25 kg Rp 755 ribu, dan 30 kg Rp 930 ribu. Menurut Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro, bahwa harga bagasi disesuaikan dengan durasi penerbangan, kapasitas dan kebutuhan penumpang. Namun, untuk struktur tersebut adalah kisaran untuk penerbangan dengan flight hours lebih dari 3 jam, seperti Jakarta-Gorontalo, Jakarta-Manado, Jakarta-Kupang..
Sedangkan maskapai AirAsia Dilihat dari situs resminya, AirAsia memberikan bagasi gratis sejumlah 15 kg untuk penerbangan domestik. AirAsia pun memberikan tarif berdasarkan rute. Misalnya rute Jakarta-Bali, untuk 20 kg dipatok seharga Rp 88 ribu (pemesanan awal) dan Rp 101.200 (setelah pemesanan awal). Sedangkan, harga paling mahalnya, untuk barang bawaan 40 kilogram seharga Rp 308 ribu (pemesanan awal) dan Rp 354.200 (setelah pemesanan awal). Harga ini berbeda jika penumpang membawa peralatan olahraga.
Beralih ke maskapai Citilink memberikan harga bagasi tambahan sesuai durasi penerbangan. Untuk penerbangan di bawah 59 menit misalnya, dijual dengan harga Rp 20 ribu/kilogram. Namun, ada juga harga per 10 kilogram dijual dengan harga Rp 105 ribu untuk durasi di bawah 59 menit. Harga paling mahal dipatok dengan penerbangan di atas 6 jam dengan kapasitas 40 kilogram, seharga Rp 3 juta.
Bagaimana menyiasati bagasi berbayar yang selama ini gratis? Khususnya bagi penumpang pesawat yang memang selama ini menggunakan moda transportasi udara sebagai alat transportasi yang utama? Karena dengan diterapkannya tarif bagasi berbayar tersebut biaya perjalanan tentu akan bertambah. Hal itu tentu membuat pengeluaran penumpang bertambah besar dan bagi sebagian orang mungkin akan membebani keuangan.
Oleh karena itu, dalam upaya agar tarif bagasi tidak membebani pengeluaran maka membawa barang seperlunya. Dalam hal perjalanan penumpang harus memikirkan apa saja yang harus dibawa, apa saja barang yang nggak harus dibawa, sehingga lebih efisien dan efektif mereka menggunakan dana yang mereka pakai bepergian.
Memberatkan Penumpang
Kebijakan tarif bagasi berbayar yang diterapkan oleh beberapa maskapai penerbangan tentu memberatkan penumpang (baca masyarakat). Khususnya bagi mereka yang sering bepergian menggunakan moda transportasi udara ini.
Berbayarnya tarif bagasi tersebut, pastinya akan berpengaruh terhadap perencanaan keuangan penumpang. Padahal, tak jarang banyak penumpang pesawat bepergian menuju ke suatu tempat untuk berwisata.
Akibatnya adalah untuk sementara waktu orang akan berpikir lagi untuk bepergian atau berwisata. Dalam hal ini penumpang maskapai, sudah mulai cermat untuk merencanakan suatu perjalanan mereka. Sehingga, tarif bagasi ini diharapkan tidak memberikan dampak yang signifikan.
Faktanya terjadi peningkatan seratus persen pengurusan paspor di Banda Aceh. Anehnya mengurus paspor bukan mau ke luar negeri, masih tujuan dalam negeri tetapi harus via luar negeri. Semua itu dilakukan karena tiket pesawat domestik mahal sedangkan tiket pesawat luar negeri lebih murah.
Mahalnya harga tiket pesawat berdampak kepada perekonomian nasional karena naik pesawat sudah menjadi kebutuhan semua orang. Tidak tepat lagi untuk mengatakan naik pesawat itu hanya orang kaya saja. Indonesia negara kepulauan dengan penduduk besar membutuhkan transportasi udara. Untuk itu sebaiknya maskapai mematuhi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah Penumpang Pe-layanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Pemerintah atau negara harus kuat yakni menegakkan peraturan yang ada agar tidak terjadi krisis kepercayaan rakyat begitu juga pemerintah harus mencermati fenomena masyarakat melakukan penerbangan dalam negeri tetapi harus via luar negeri. Hal ini bisa melahirkan krisis nasio-nalisme sebab rakyat Indonesia yang mau ke ibukota negaranya harus melalui negara lain.
Perlu ditegaskan bahwa naik pesawat adalah kebutuhan semua rakyat Indonesia sebab Indonesia negara kepulauan dengan jumlah penduduk besar. Bila tiket pesawat mahal atau sulit dijangkau, diakses masyarakat maka berdampak kepada perekonomian nasional. Untuk itu maka pemerintah harus menegakkan peraturan penerbangan yang sudah ada dan maskapai harus mematuhinya, jika tidak pemerintah harus tegas menindaknya. ***
Penulis alumni IAIN Sumatera Utara, pemerhati masalah lingkungan, ibu rumahtangga dan tenaga pendidik di Medan.
Terkini

Kamis, 5 Desember 2019