Pemuda dan Ekonomi Hijau
Selasa, 17 April 2018 | Dibaca 154 kali
Oleh: Yohansen W. Gultom.
Kondisi bumi yang semakin memburuk menjadi persoalan yang cukup banyak menarik perhatian internasional saat ini. Pemanasan global, penebangan liar, mencairnya kutub es dan sederet bencana alam yang diakibatkan ulah manusia, tengah hadir secara konstan melanda. Selain itu pula, kondisi perekonomian yang kurang baik, meningkatnya angka kemiskinan, tingginya angka pengangguran juga menjadi persoalan krusial yang menjadi tantangan bagi bangsa kita saat ini.
Untuk itulah, pemuda diharapkan hadir sebagai inisiator pembangunan berkelanjutan, dengan berupaya menghadirkan model perekonomian yang mampu menjaga kelestarian lingkungan, serta dapat berkontribusi menciptakan kestabilitan ekonomi masyarakat pada sisi lainnya. Bila ditelaah berdasarkan situasi tersebut tentunya dapat diatasi dengan konsep ekonomi hijau. Sebuah model perekonomian yang berdasarkan pada pemanfaatan sumber daya (resources efficiency), pola konsumsi dan produksi berkelanjutan (sustainable consumption and production pattern), serta internalisasi biaya-biaya lingkungan dan sosial (internalization the externalities) (Surna Djajadiningrat : 2011).
Dalam upaya mewujudkan model ekonomi ini, dapat dioptimalkan dari dua aspek pembenahan. Pertama, aspek eksternal, yakni upaya untuk turut tergabung dalam aliansi kerjasama internasional. Khususnya, keikutsertaan negara terhadap beragam gerakan sosial (social movement) yang memproteksi lingkungan dari kerusakan. Salah satunya seperti konferensi lingkungan hidup oleh PBB (1972) di Stockholm, Swedia, menghasilkan kesepakatan pembentukan United Nations Environment Program (UNEP), sebuah lembaga di bawah naungan PBB, yang berperan dalam upaya pengkordiniran 'aktivitas alam' anggota-anggota PBB. Juga, untuk menggalakkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di dunia. Dan masih banyak gerakan sosial serta forum internasional lainnya.
Kedua, aspek internal, yakni upaya untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh di dalam negeri, khususnya perihal upaya pencapaian visi pembangunan berkelanjutan yang berasaskan konsep ekonomi hijau. Menciptakan keseimbangan ekonomi dan lingkungan, yang juga memperhatikan dua hal pula, yakni: a) Kegiatan ekonomi meliputi pola produksi, konsumsi dan distribusi yang memperhatikan kaidah-kaidah moral tentang keberlangsungan lingkungan. Di satu sisi, masyarakat juga harus dapat hadir sebagai konsumen yang berorientasi pada kelestarian alam dan lingkungan. b) Pemerintah yang mampu menciptakan stabilitas sosial politik dan kebijakan yang mendukung ekonomi hijau. Aspek internal ini tentunya berkenaan dengan pembenahan ekonomi dan stabilitas politik. Karena sejatinya, stabilitas politik dan pembangunan ekonomi merupakan dua instrumen yang saling memperkuat.
Melalui penerapan model ekonomi hijau, diharapkan akan menghasilkan kebijakan pembangunan yang tidak hanya memperhatikan stabilitas ekonomi dan sosial politik, tetapi juga turut memperhatikan alam sebagai sasaran pembangunan. Penulis menyadari bahwa transisi ke arah ekonomi hijau di negeri ini bukanlah perkara mudah. Itu sebabnya perlu investasi pertumbuhan ekonomi di masa yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi yang memperhatikan tiga aspek lingkungan yakni: tanah, air dan udara.
Pemuda dapat berperan sebagai inisiator utama bagi transisi tersebut. Bekerjasama dengan pemerintah membuat regulasi/kebijakan ekonomi, membuat kerangka hukum dan politik yang mampu menciptakan harmonisasi terhadap pembentukan lapangan kerja bagi masyarakat untuk mewujudkan kestabilan sosial.
Pemuda dalam Pembenahan Ekonomi dan Politik
Apabila dilakukan pemetaan terhadap kondisi perindustrian di tanah air, industri pulp dan kertas saat ini menjadi salahsatu sektor unggulan yang terus dipacu perkembangannya, mengingat, adanya ketersediaan bahan baku dan pasar domestik yang mumpuni.
Industri pulp dan kertas di Indonesia saat ini, menempati peringkat sembilan dalam industri pulp dunia, dengan 7.000 tenaga kerja langsung dan 90.000 tenaga kerja tidak langsung. Untuk keuntungan ekspor di akhir bulan Oktober 2017, industri ini tumbuh 9,76% dari tahun sebelumnya. Keuntungan sebesar US$ 2,8 miliar di tahun 2016 meningkat menjadi US$ 3,12 miliar di penghujung tahun 2017. Dengan sasaran ekspor ke pasar Tiongkok dan India tentunya menjadikan ketersediaan pasar yang cukup luas. Besarnya keuntungan yang kita peroleh dari produksi kertas dan industri pulp ini, tentunya menjadi momentum peningkatan ekonomi nasional (bisnis.com 17/11/2017).
Sebagai prospek kedepan, dan dalam rangka pengembangan konsep ekonomi hijau, tentunya haruslah mengupayakan pemanfaatan hutan sebagai sumber mayor paru-paru dunia, pencegahan bencana alam, dan sumber resapan air. Peminimalisiran hutan sebagai sumber utama pembuatan pulp dan kertas, mengharuskan industri ini untuk mengoptimalkan beberapa bahan alternatif potensial, yang dapat dijadikan sebagai bahan baku industri pulp dan kertas pengganti hutan. Seperti halnya; jerami padi, enceng gondok dan ampas tebu.
Untuk ampas tebu sendiri, menurut data FAO (Food and Agricultural Organization) tahun 2006 tentang negara-negara produsen tebu dunia, Indonesia menempati peringkat ke-11 dengan produksi tebu per tahun sebesar 25,500 juta ton, dimana 35% dari produksi tersebut merupakan ampas tebu. Minimnya pemanfaatan ampas tebu yang hanya dijadikan sebagai bahan bakar pengolahan tebu, diperparah dengan kondisi asap hasil pembakaran ampas tebu yang tidak terkendali dengan baik, hingga mengakibatkan polusi udara.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Universitas Sebelas Maret tahun 2012 lalu, dikemukakan bahwa ampas tebu dapat dijadikan sebagai bahan alternatif menggantikan peran kayu untuk bahan produksi pulp dan kertas (Purnawan C, Jurnal Ekosains 2012:2). Metode yang digunakan dalam proses ini adalah metode organosolv, suatu proses pemisahan dengan menggunakan bahan kimia organik yang telah terbukti aman terhadap lingkungan.
Pemuda dapat bekerjasama dengan petani dan akademisi untuk menghadirkan inovasi tersebut. Atau bahkan membentuk sebuah community bersama rakyat dalam hal pengolahan residu pertanian yang selama ini kurang dimanfaatkan menjadi sumber daya ekonomi. Dengan menerapkan metode organosolv yang ramah lingkungan, penggunaan sisa pertanian untuk produksi kertas dan pulp dapat menjadi opsi bagi peningkatan ekonomi masyarakat.
Selain itu, kedepannya, manajemen sampah juga diharapkan menjadi solusi alternatif terhadap kelestarian lingkungan. Konsep pembuangan sampah yang dapat diolah menjadi bahan kerajinan yang bernilai jual. Menjadi tantangan tentunya bagi bangsa ini untuk semakin berinovasi ke bentuk yang lebih kompleks. Berupaya untuk menurunkan angka pengangguran diera kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengantisipasi persaingan yang cukup ketat di tengah-tengah dunia usaha saat ini.
Untuk itulah, proses dialektika menjadi keniscayaan. Pemuda harus terlibat dan mampu menjalin komunikasi mewujudkan keadilan sosial, melibatkan politisi-politisi lokal atau bahkan politisi nasional. Mengawal kebijakan pemerintah serta mendukung kebijakan yang pro terhadap kelestarian alam. Pemuda harus bergerak aktif, menjalin kerjasama dan tergabung dalam sebuah community melibatkan rakyat. Sebagai salahsatu cara untuk mendapatkan legitimasi rakyat 'memuluskan' kebijakan yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
Disinilah model ekonomi hijau turut berperan, sesuai dengan kondisi yang kita butuhkan saat ini. Beragam inovasi haruslah dimanfaatkan untuk mewujudkan model perekonomian tersebut, salahsatunya dengan pemanfaatan industri kertas/pulp sebagai cara peningkatan ekonomi yang bersahabat dengan alam, mengharuskan kita untuk optimis terhadap peningkatan derajat bangsa ini. Keseimbangan ekonomi yang mem-perhatikan lingkungan dan kondisi sosial masyarakat, demi terrealisasinya pembangunan yang berkelanjutan dan untuk Indonesia yang lebih baik kedepan. Semoga.***
*Penulis adalah Mahasiswa Departemen Ilmu Politik FISIP USU.
Terkini

Jumat, 20 April 2018